Tuesday, April 24, 2007

at First We Make Habbit, at Last Habbit Make U

Judul diatas diambil temen saya dari buku ZERO TO HERO. Seperti kebanyakan buku motivasi lainnya, berbicara bagaimana suatu kebiasaan menjadikan kita sukses.

Menjadikan sesuatu kebiasaan mungkin sulit menurut sebagian orang. Mengubah kebiasaan pun bukan hal yang gampang. Diperlukan ketekunan dan kesabaran untuk menjadikan kebiasaan bagian dalam hidup kita.

Dulu...saya pikir shalat tepat waktu itu tidak mungkin. Ada saja saat dimana ketika adzan terdengar saya disibukkan oleh hal lain. Baik itu televisi yang menyiarkan acara yang bagus, atau hanya sekedar malas untuk melangkah mengambil air wudhu.

Tapi sekarang Alhamdulillah sudah menjadi bagian dari keseharian untuk membiasakan diri menjalankannya tepat waktu.

Dibutuhkan strategi dan kemauan untuk bisa menjadikan shalat tepat waktu itu suatu kebiasaan bagi saya. Hal itu tidak mudah bagi diri saya yang suka menunda-nunda sesuatu. Namun menjadikan itu sebagai kebiasaan baru menjadi tantangan terbesar dalam hidup saya.

ALAH BISA KARANO BIASO. Itu pepatah minang yang sering saya ucapkan dulu. Udah Bisa karena Biasa, menjadi sumber motivasi bagi diri saya setiap akan membiasakan diri shalat tepat waktu. Saya biasa mengingatkan diri dengan hal-hal berikut :

1. Saat adzan tiba, pending kegiatan apapun, jika kegiatan itu masih bisa ditunda setelah shalat.
2. Beberapa menit sebelum adzan datang, bersiap-siap menyimpan semua file dan tugas agar tidak hilang dan bisa segera menuju t4 shalat.
3. Mengingatkan diri bahwa shalat itu bukan karena Allah butuh saya, tapi karena SAYA BUTUH ALLAH.
4. JIka saya ingin profesional dan disiplin dengan waktu, saya harus tunjukkan dengan shalat saya.

Setelah menjadikan itu suatu kebiasaan dalam keseharian, ada hal lain lagi yang ingin saya jadikan habit saya. Yaitu belajar bisnis. Mempelajari berbagai hal mengenai seluk beluk bisnis menimbulkan semangat baru. Namun tantangan terbesarnya datang dari membiasakan diri melakukan atau beraksi dalam bisnis.

Bisnis kecil-kecilan yang coba saya rintis lumayan menunjukkan hasil. Walaupun jika dihitung, pergerakan usahanya masih seperti siput. tapi itu bukanlah tujuan terbesar saya.

Keinginan saya berbisnis diawali dari ketakutan saya untuk menarik minat seseorang. Saya bukan takut bersosialisasi dengan orang lain. Tapi saya ingin ada nilai tambah dari hubungan saya dengan seseorang.

Kesenangan terbesar adalah ketika pelanggan berminat terhadap barang dagangan dan transaksi diakhiri dengan sukses. Seperti kemaren, ada satu langganan saya yang juga tetangga saya di komplek. Beliau menjualkan pakaian ke kemenakannya. Dia cerita ke teman bicara saya kalo barang tersebut diambil kemenakannya 1, dan akan dibayar 2x. Teman bicara saya tertarik untuk melihat pakaian yang saya dagangkan. Dan akhirnya dia memborong 2 buah pakaian yang dibayar 2x juga seperti halnya tetangga saya tadi.

Sekarang saya mulai terbiasa untuk berbicara tentang dagangan saya. Menjadikan ini kebiasaan baru untuk berpromosi. Belajar bisnis memang dahsyat. Ilmunya selalu dinamis. Tapi saya suka itu. Sebelum akhirnya saya memutuskan benar-benar keluar dari BUMN ini, saya harus menjadikan itu kebiasaan dulu.

No comments: